Tahun 2004 itu saya beringinan
memiliki sebuah mobil. Lalu saya pun membayar uang muka, yang hasil dari utang.
Dan cicilan mobil, saya minta paling lama. Agar cicilan terbayar, mobil pun
saya sewakan. Tapi, cicilan mobil tidak selalu mulus, saya tertatih membayarnya
karena penyewa sering telat membayar. Belum lagi, mobil saya pernah hilang
selama dua bulan oleh penyewa. Saya dibuat pusing karena cukup berat
mencicilnya. Tidak tahan dengan masalah cicilan, saya sampaikan hal ini kepada
ustadz Mansyur. Hasil diskusi, ustadz Masyur bilang, cara saya mencicil itu
cara lama. Kalau mau lancar, mobil harus disedekahkan. Ucapannya tentu bikin
saya terkejut. Bagaimana mungkin mobil yang saya cicil dengan susah payah itu
disedekahkan? Yang benar saja. Tapi katanya lagi, Allah yang akan membayar.
Saya tambah terkejut. Saya tahu konsep sedekah, tapi kan tidak
begini-begini amat deh.
Tapi akhirnya mobil saya sedekahkan
jua, ke sebuah pesantren. Itulah sedekah terbesar saya yang pernah saya
lakukan. Tapi semenjak itu rezeki saya berkecukupan. Cicilan selalu teratasi
dan ada saja jalannya. Yang tidak saya sangka, ada orang Freeport melihat
keberhasilan manajemen AAPU (Al Azhar Peduli Ummat , red), lalu meminta saya pindah ke sana untuk mengelola
lembaga zakat Freeport. Saya ditawari gaji tinggi plus fasilitas memadai. Tapi
pengurus AAPU menahan saya dan gaji saya dinaikan 80 persen. Cicilan mobil
makin lancer, bahkan saya mendapat mobil dari AAPU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar