Begitulah yang terjadi dengan Abdoel
Rochimi. Setelah bergabung dengan Daarul Qur’an dan
kemudian ikut membidani berdirinya lembaga Penghafal
Al-Qur’an bersama Ustadz Yusuf
Manshur, ia semakin menyadari pentingnya berbagi
(sedekah). Maka, sejak 2007, setiap bulannya, ia pun mulai membiasakan diri
bersedekah dengan membagikan minimal 40 bungkus kepada para tetangga. “Makanan
itu dimasak sendiri oleh istri saya,” ujar lelaki kelahiran Indramayu, 4 April
1976 ini.
Keajaiban berbagi itu
sungguh tak terbatas. Di luar jangkauan nalar.
Kebiasaan berbagi itu kemudian diteruskan di rumah barunya dengan mengundang
teman-temannya saat kuliah dulu, terutama yang berasal dari organisasi Permai
Ayu (Persatuan Mahasiswa Indramayu). Maka, dari sinilah lahir Ngopi Yu…! (ngobrol,
pengajian, alumni, permai-ayu). Rochimi mengundang orang-orang yang tergabung
dalam Ngopi Yu..!
ini setiap bulannya. Mereka ngobrol
dan mengaji al-Qur’an 30 juz. Usai acara, Rochimi pun membagikan nasi bungkus
dan beberapa aneka makanan lainnya kepada mereka. Begitu yang dilakukan Rochimi
setiap bulannya. Tentu, tidak itu saja kebiasaan berbagi Rochimi.
Keajaiban hidup pun kerapkali ia alami. Rumah bertingkat yang sangat megah
dengan konsep minimalis dan harganya ditaksir ratusan juta rupiah yang kini
menjadi tempat tinggalnya pun tidak terlepas dari konsep berbagi yang selama
ini ia jalani.
Alkisah, istrinya yang saat itu mengandung anak keduanya, tiba-tiba, ngidam ingin tinggal di
sebuah rumah yang cukup megah. Oleh Rochimi, keinginan istrinya ini ditimpali
dengan candaan, “Ya tinggal masuk saja ke rumah orang kaya. Gitu aja repot!”
Tapi, lama-kelamaan, hal itu menjadi pemikiran Rochimi juga. Hingga, suatu
saat, ia pun benar-benar membangunkan rumah yang asri untuk istri tercintanya.
Maka, siang dan malam, ia dan istri sengaja mencari rumah yang bagus dan murah
yang bisa dibelinya secara kredit. Tapi, yang dicarinya ternyata tidak mudah.
Hingga suatu saat ia bertemu dengan salah seorang jemaah dan ia pun
mengutarakan maksudnya ini.
Gayung bersambut, orang itu ternyata ingin membantu Rochimi. “Pak Ustadz,
tinggal cari tanah saja yang bersertifikat, nanti saya bangunkan rumah di
sana,” celetuk orang itu kepada Rochimi, yang memang sehari-hari dipanggil Pak
Ustadz ini.
Tapi, Rochimi mengira hal itu hanya candaan. Yang ada dalam pikirannya,
kalaupun nanti dibangunkan rumah, ia pasti akan berhutang juga kepada orang
itu. Tetapi, ia pun tetap meniatkan mencari tanah dan akhirnya menemukannya.
Tanah itu milik orang keturunan Tionghoa yang harganya diperkirakan Rp. 200
juta. Namun, uang cash
(kontan) yang ada di tangan Rochomi hanya Rp. 10 juta. Bagaimana bisa? Di
sinilah keajaiban terjadi. Ternyata, orang keturunan Tionghoa itu tidak
mengharuskan Rochimi untuk membayar cash
alias bisa dikredit. Dan yang lebih menyenangkan lagi, bayarnya bisa kapan saja
alias ketika ada uang saja, tidak harus tiap bulan.
Setelah tanah itu resmi dibeli dan surat-suratnya telah diurus, maka Rochimi
pun menemui kembali orang yang hendak membantu untuk membangunkan rumahnya itu.
Tidak pakai waktu lama, orang itu segera membangunkan rumah megah, bertingkat,
dengan konsep minimalis. Namun, yang ada dalam bayangan Rochimi, rumah itu
pasti tidak akan diberikan kepadanya begitu saja, tapi akan dihutangkannya. Di
benaknya bergelayut tanda tanya: berapa
puluh juta yang harus ia cicil setiap bulannya?
Belum saja rumah itu kelar dibangun, tiba-tiba, Rochimi mendapatkan hadiah
umrah dari salah satu jemaah lainnya. Maka, takut dianggap punya uang oleh
orang yang membangunkan rumah tersebut, Rochimi pun bicara terus terang, “Pak,
insya Allah besok saya akan berangkat umrah. Alhamdulillah
ada yang memberangkatkan saya.”
Mendengar perkataan Rochimi, orang itu malah ikut berbahagia dan minta
didoakan agar hidupnya menjadi berkah. Maka, berangkatlah Rochimi ke Tanah
Suci. Di sana, ia mengalami berbagai keajaiban, seperti bisa mencium Hajar
Aswad dengan mudah, banyak orang yang memberi kurma dan air zamzam saat ia
sedang zikir di masjid dan sebagainya.
Setelah itu Rochimi pulang ke Tanah Air. Ternyata keajaiban tersebut tidak
berhenti sampai di sana. Ketika sampai di rumah yang akhirnya selesai dibangun,
tiba-tiba ada mobil baru merk terkenal nangkring
di garasi rumahnya. Ternyata, mobil itu merupakan pemberian orang dan
surat-suratnya sudah menjadi atas namanya. Kebahagiaan Rochimi kian bertambah
setelah rumah yang kini ditempatinya itu, memang benar-benar spesial
dibangunkan untuk dirinya alias gratis. Jadi, ia tidak perlu berhutang ke orang
itu. Orang itu hanya minta kepadanya agar didoakan saja.
Demikian berbagai keajaiban yang dialami Rochimi. Dalam satu waktu
(sebulan), ia mendapatkan tiga keberkahan sekaligus: dibangunkan rumah megah,
diberi mobil dan diumrahkan secara gratis. “Jika ditakar dengan gaji saya
sebulan, mungkin seumur hidup saya tidak akan bisa mendapatkan semuanya itu,
meski dicicil sekalipun,” ujarnya.
Bagi Rochimi, inilah yang disebut dengan rezeki tak terduga (min haitsu laa yahtasib).
Menurutnya, rezeki itu ada tiga. Pertama,
rezeki itu memang dari Allah. Artinya, rezeki itu diberikan kepada siapa saja,
baik orang Islam, non-Islam, binatang, tumbuhan dan sebagainya. Kedua, rezeki karena
kerja keras (kasab).
Ketiga, rezeki
karena tidak terduga datangnya. Dan apa yang ia alami selama ini, tidak lain
merupakan rezeki yang tidak terduga yang dikasih Allah atas segala kebaikan
yang dilakukannya, yaitu berbagi.
Rochimi pun kemudian berkisah bagaimana saat kelahiran anak keduanya. “Anak
kedua saya ini lahir ketika usia kandungan masih delapan bulan,” ujarnya.
Ketuban istrinya tiba-tiba pecah ketika usia kandungan belum sembilan bulan.
Oleh Rochimi, sang istri pun segera dibawa ke rumah sakit terdekat di Pasar
Rebo. Ternyata oleh dokter, istrinya harus dibedah caesar (sesar). Namun, ia menolaknya
karena berbagai resiko yang ditanggungnya kemudian. Tapi, dokter tetap
menyarankannya untuk disesar dan Rochimi tetap menolaknya. Akhirnya, jalan
vakum pun dilakukan, yaitu dengan cara disedot, tentu dengan segala resikonya
juga.
Ketegangan mewarnai Rochimi ketika istrinya melahirkan. “Seumur hidup saya,
baru kali itu saya bisa khatam
(tamat membaca, red) Yaasiin
sampai sepuluh kali dalam sehari,” ujarnya. Ya, untuk mengusir ketegangan,
ternyata Rochimi baca Yaasiin
hingga khatam
sampai 10 kali. Tidak lupa, ia juga mengirim doa dan al-Fatihah ke beberapa
kyai. Akhirnya, ketika Maghrib tiba, istrinya pun bisa melahirkan dengan
selamat.
Sang bayi segera dibawa ke inkubator dan harus dirawat dalam beberapa
minggu. “Saat itu saya berpikir, berapa juta yang harus saya keluarkan kalau
kelamaan di rumah sakit,” ujarnya. Namun, berbagai keajaiban akhirnya datang
lagi. Ternyata, hanya dalam waktu dua hari saja, sang bayi bisa dibawa pulang.
Begitulah berbagai keajaiban kerapkali dialami Rochimi karena konsep sedekah
yang sering ia lakukan kepada orang lain. Menurut lelaki yang sering dipanggil
Raden oleh kawan-kawannya ini, sedekah itu banyak manfaatnya. Setidaknya, ada
empat penting yang terkandung dalam sedekah yang mesti ditanamkan oleh setiap
orang.
Pertama,
sedekah itu bukan tinggal berapa, tetapi akan menjadi berapa. Artinya, ketika
kita menyedekahkan sebagian uang kita, misalnya seribu dari 10 ribu rupiah.
Maka, bukan menjadi 9 ribu (tinggal berapa), tetapi bertambah menjadi 19 ribu
rupiah (menjadi berapa).
Kedua,
sedekah itu tidak berkurang, tetapi bertambah. Penjelasannya hampir sama dengan
yang di atas.
Ketiga,
sedekah itu untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Artinya, kebaikan yang
kita lakukan itu sejatinya untuk kebaikan diri kita sendiri, bukan untuk
kebaikan orang lain. Misalnya, dengan sedekah akan mendatangkan rezeki,
memanjangkan umur, menolak bala dan mengobati penyakit kita.
Keempat,
sedekah itu di depan, bukan di belakang. Artinya, sedekah terbaik adalah ketika
kita tidak punya. Misalnya, saat kita tidak punya uang karena belum gajian,
lalu ada orang minta bantuan, maka sejatinya kita harus membantunya sebisa
mungkin. Ini akan jauh lebih baik dibandingkan ketika harus membantunya setelah
gajian.
Di mata Rochimi, jika seseorang telah meyakinkan diri dalam pikiran dan
benaknya tentang empat prinsip sedekah tersebut, maka orang tidak akan ragu
lagi untuk saling berbagi kepada orang lain. Maka, insya Allah, yang namanya penyakit korupsi
dan teman-temannya, akan bisa dikikis di negeri ini.
Sumber : disini
Dukungan dan Partisipasi Pembangunan Mushola Da'watul Islamiah bisa dikirim melalui Bank Syariah Mandiri No. Rek. 7033118591 an. Iin Saein Bdn Mushola DI atau hubungi No Hp Ketua Panitia 0818-656-326 Bapak Iin Saein / Admin blog ini Gun Gun 0821-2483-5688.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar